KABARANOA.ID: KONUT – Sejumlah dukungan mengalir kepada PT. Tiran Mineral dengan rencana besarnya membangun smelter, di Desa Waturambaha, Kecamatan Lasolo Kepulauan (Laskep).
Namun dukungan ini tampak mubazir, lantaran perizinan perusahaan yang menuai polemik. Aroma pelanggaran kini tercium hingga protes dilakukan oleh beberapa kelompok masyarakat.
Ada lima perwakilan masyarakat yang melakukan protes kepada PT. Tiran Mineral yakni Aliansi Masyarakat Peduli Hukum-Sulawesi Tenggara (Ampuh Sultra), Pengurus Pusat-Jaringan Advokasi Masyarakat Indonesia (PP Jamindo), Koalisi Pemerhati Pertambangan-Sulawesi Tenggara (Kapitan Sultra), Persatuan Pemuda Pemerhati Daerah-Konawe Utara (P3D Konut), Gerakan Mahasiswa Lingkar Tambang-Sulawesi Tenggara (Gemilang Sultra).
Kelima organisasi ini, kemudian membentuk Konsorsium Nasional Pemantau Tambang dan Agraria (Konutara) Korwil Sultra. Mereka kemudian melakukan konferensi pers beberapa waktu lalu, tanda menolak aktivitas PT. Tiran Mineral.
Ketua Kapitan Sultra, Asrul Ramdani yang didapuk menjadi juru bicara Konutara, kepada awak media, mengungkapkan empat jenis pelanggaran berbeda yang dilakukan oleh PT. Tiran Mineral di Konut.
Pelanggaran pertama, perusahaan diduga menyalahgunakan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH). Kedua, perusahaan diduga melakukan kegiatan penambangan dan penjualan ore nikel tanpa dokumen yang jelas.
Ketiga, berdasarkan RTRW Konawe Utara, wilayah konsesi eks PT. Celebes yang saat ini dikuasai oleh PT. Tiran Mineral, tidak termasuk dalam zona Kawasan Industri untuk Proyek Strategis Nasional (PSN).
Baca berita terkait :
Pelanggaran keempat, dalam melakukan kegiatan penjualan Ore Nikel, PT. Tiran Mineral diduga kuat menggunakan dokumen serta terminal khusus milik perusahaan lain.
“Oleh karena itu, Konutara meminta kepada Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Sultra untuk segera menuntaskan polemik perizinan PT. Tiran Mineral yang dinilai janggal dan tertutup,” ucap Asrul.