UNAAHA, – Sempat tertunda waktu lalu, sidang lanjutan perkara PT Naga Bara Perkasa (NBP) atas tudingan penambangan ilegal di kawasan hutan lindung digelar Selasa (21/7/2020) di Pengadilan Negeri (PN) Unaaha. Kali ini Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Konawe menghadirkan dua saksi .
Dalam sidang yang dipimpin Ketua PN Unaaha Febrian Ali itu, ke dua saksi menyebut PT NBP benar melakukan aktivitas pengambilan ore nikel di kawasan hutan lindung tanpa izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) di Desa Molore, Kecamatan Langgikima, Konawe Utara (Konut).
Dihadapan majelis hakim dan tujuh terdakwa yang tersambung melalui video conference dari Rumah Tahan (Rutan) Kelas llB Unaaha, seorang saksi Aipda Yani, anggota Kepolisian Polres Konut menerangkan, dia bersama rekannya tiga orang dari Polres Konut dan satu orang dari Polisi Kehutanan (Polhut) berada di lokasi penambangan PT NBP.
“Pada 22 Maret 2020, kami terima informasi dari masyarakat bahwa ada penambangan di kawasan hutan lindung, setelah mengetahui, kami diperintahkan kepada pimpinan untuk ke lokasi,” beber Yani.
Lanjut Yani, di lokasi mereka menemukan tujuh orang diantaranya empat orang sedang menggunakan alat berat excavator sedang beraktivitas atau sedang mengeruk ore nikel. Sedang dua orang lainnya sedang mengawasi alat tersebut.
“Kami bersama tim langsung menghentikan aktivitas penambangan tersebut. Kemudian kami tanyakan ini perusahan apa, nah salah satu dari terdakwa mengatakan bahwa ini perusahan PT NBP. Di lokasi, selain alat berat, kami juga menemukan beberapa tumpukan ore nikel. Setelah kami amankan tersangka dan juga alat bukti berupa ore nikel, keenam tersangka kami bawa ke Polres Konut,” ungkapnya.
Lahan yang digunakan berada di Lokasi atau Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT NBP dan pemiliknya adalah Tuta Nafisa dan ke enam orang adalah karyawan PT NBP. “Kami diperintah untuk menambang disini, kami diperintah oleh Tuta Nafisa,” kata Yani menirukan ucapan salah satu terdakwa saat di lokasi.
Sementara itu penangkapan terhadap direktur PT NBP Tuta Nafisa, kata Yani, dilakukan di Kota Kendari saat hendak mau melarikan diri ke Ibu Kota Jakarta.
Kemudian, saksi kedua, Asriadi yang merupakan anggota Polhut yang bersama Aipda Yani saat penangkapan menurutkan, saat tiba di lokasi lahan yang digunakan oleh PT NBP itu sudah terbuka, dan sedang di lakukan Penambangan Nikel.
“Di lokasi kami tidak temukan ada plan izin penambangan, maupun batas-batas penambangan,” ujarnya.
Pada saat pengambilan titik koordinat di lokasi lahan PT NBP bersama dengan tim Polres Konut. Asriadi kemudian mengambil JPS Garmin Montana 680, setelah itu dia ke kantor dan melakukan pemetaan untuk mengetahui wilayah mereka gunakan. Ternyata lahan tersebut memang berada di dalam kawasan hutan lindung.
“Setelah kami cek bersama kehutanan mereka menambang di kawasan hutan lindung. Mereka menambang Tidak memiliki izin pinjam pakai,” lanjutnya.
Asriadi mengatakan saat itu dia belum mengetahui lahan itu digunakan oleh perusahaan PT NBP. Namun setelah dilakukan penyelidikan dan enam orang karyawan dan juga direktur PT NBP ditahan baru diketahui ternyata memang lahan tersebut milik PT NBP. (Red)