UNAAHA, – Pelaporan ke polisi atas tiga warga di Kepulauan Wawonii Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep) oleh perusahaan tambang PT Gema Kreasi Perdana (GKP) mendapat sorotan sejumlah pihak.
Pelaporan di Sub Direktorat (Subdit) IV, Tindak Pidana Tertentu (Tipidter), Direktorat Reserse dan Kriminal Khusus (Ditreskrimsus), Polda Sultra atas tudingan menghalang-halangi aktivitas pertambangan perusahaan PT GKP dinilai tidak tepat.
Ketiganya merupakan warga Desa Sukarela Jaya, Kecamatan Wawonii Tenggara, Kabupaten Konkep.
Aktivis sekaligus pengurus Korps Alumni HMI (KAHMI) Konawe, Achmad Mubarak Feni mengatakan, perbuatan ketiga terlapor tak bisa dianggap sebagi tindakan menghalang halangi aktivitas perusahaan.
Ia pun menilai, perbuatan ketiganya lebih pada persoalan berjuang untuk hak mereka atas tanah yang bersinggungan dengan Wilayah konsesi pertambangan PT GKP.
“Karena ini soal hak, seharusnya pihak perusahaan yang berkewajiban menyelesaikan hal tersebut, sesuai Undang-Undang tentang kewajiban perusahaan pemegang IUP atau IUPK Operasi Produksi,”
“Pada Pasal 28 dijelaskan, jika terjadi kesalahan dalam kegiatan usaha pertambangan yang berdampak negatif kepada masyarakat maka pemilik IUP atau IUPK harus menyelesaikannya,” kata Mamat, panggilan akrabnya.
Selain itu, Mamat meminta PT GKP untuk intropeksi diri. Terlebih, ia meragukan status IUP yang sejatinya mesti tercatat Clean and Clear (CnC) tapi sudah turut memiliki IUP Operasi Produksi.
“Kan jelas, di Sultra seperti kata Pimpinan KPK, Laode M Syarif bahwa yang status CnC baru dua yakni PT ANTAM dan PT VDNI.” kata Mamat.
Sehingga, penggunaan pasal 162 j.o Pasal 136 ayat (2) Undang-undang (UU) Minerba Nomor 4 Tahun 2009 oleh PT GKP untuk menjerat tiga warga Wawonii itu belum mungkin digunakan pada kasus ini karena PT GKP diduga belum penuhi syarat pada Pasal 26 UU Minerba tahun 2009.
Untuk itu, ia mengungkapkan kekecewannya atas keputusan PT GKP menempuh jalur hukum. Ia pun menganggap perbuatan PT GKP merupakan bentuk kriminalisasi terhadap warga.
Atas pelaporan itu, Mamat menantang Pemda dan DPRD Konkep untuk serius menangani persoalan ini, demi melindungi masyarakat yang menjadi korban dari tindakan pelaporan itu.
“Jangan kemudian memberikan kesan hanya sebagai penonton saat masyarakat butuh mereka,” ujarnya.
Dikutip dari Kumparan.com, Humas Humas PT GKP, Marlion menerangkan, pelaporan tiga warga Wawonii itu sengaja dilakukan karena ketiganya menghalangi aktivitas pembukaan lahan jalan hauling dengan menghadang ekskavator yang akan beroperasi.
“Mereka juga memasang pagar di lahan kami, memasang pipa. Berteriak-teriak mengahadang ekskavator, katanya jangan serobot. Padahal lahan itu merupakan milik kami yang sudah resmi memiliki izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH), luasnya kurang lebih 800 hektar,” terang Marlion, Selasa (30/7/2019) dikutip dari Kumparan.com. (red)