UNAAHA, – Warga dari empat desa di Kecamatan Puriala yakni Desa Mokaleleo, Unggulino, Loloonaha dan Wawosanggula secara tegas menolak aktivitas jual beli lahan kepada investor baik perorangan atau perusahaan yang akan masuk.
Penolakan ini tertuang dalam petisi bersama warga empat desa itu. Isi petisi juga disebarkan dalam bentuk spanduk secara luas di sudut-sudut wilayah desa.
Pada spanduk itu tertulis, berdasarkan hasil musyawarah keluarga besar Mokaleleo yang dihadiri pemerintah keempat desa di atas, tokoh masyarakat, Sekcam, aparat keamanan, dan pengurus Himpunan Pemuda Pelajar Mahasiswa (Hippma) Desa Mokaleleo, Unggulino, Laloonaha, dan Wawosanggula (Mulwa) menyepakati tiga hal.
Pertama, sepakat dan tegas menyatakan menolak seluruh aktivitas jual/beli tanah di wilayah administrasi Desa Mokaleleo, Unggulino, Loloonaha dan Wawosanggula kepada investor baik perorangan maupun korporasi.
Kedua, Kepala Desa Unggulino tegas menyatakan belum pernah dan tidak akan menandatangani Surat Keterangan Tanah (SKT) masyarakat untuk keperluan jual/beli tanah kepada investor baik perorangan maupun korporasi.
Ketiga, menghimbau kepada seluruh masyarakat Desa Mokaleleo, Unggulino, Loloonaha dan Wawosanggula untuk lebih bijak memanfaatkan tanah/lahan dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dengan sebaik-baiknya untuk kelangsungan hidup serta masa depan generasi anak/cucu kita.
Penolakan ini sendiri menyusul adanya dugaan jual/beli lahan warga secara sepihak oleh oknum tertentu, yang menggunakan data kepemilikan lahan yang diduga bodong, alias tidak sesuai dengan data kepemilikan lahan yang sebenarnya.
Pemerintah akhirnya diminta untuk turun tangan menyelesaikan masalah itu, karena berpotensi menimbulkan konflik sosial.
Wakil Ketua II Hippma Mulwa, Aprianto menyebut, data lahan warga yang rencananya akan dijual ke PT Agri Cassava Makmur (ACM) seluas 360 hektar dari 255 SKT.
196 SKT yang dibuat oleh oknum penjual lahan warga diketahui ditantangani oleh Kepala Desa Unggulino, Yabas, yang belakangan diketahui tak mengakuinya dan menolak SKT itu.
Berdasarkan rekapan data, dibeberkan Aprianto, oknum penjual ini memiliki luas lahan berjumlah 31 hektar. Itu yang menggunakan nama dia saja, belum lagi SKT yang pakai nama isteri dan anaknya.
“Kalau ditotal sekitar 42 hektar luasnya. Berbanding terbalik dengan hasil klarifikasi masyarakat lainnya yang menyebut lahan mereka tak sampai 10 hektar,” Kata Rian sapaan akrab Aprianto, Selasa (15/10/2019)
Selain itu, ada pula nama yang dimasukan sebagai pemilik tetapi tidak memiliki lahan di wilayah yang akan dijual ini, bahkan ada yang sudah lama meninggal tetapi masih dimasukan sebagai pemilik.
“Dengan proses pembuatan SKT yang tidak sesuai, dapat meninmbulkan konflik sosial kedepannya. Sebab lahan yang dijual oleh segelintir oknum masyarakat tidak mendapatkan persetujuan dari pemilik lahan yang sebenarnya,” sebutnya.
Sementara itu, Kepala Desa Unggulino, Yabas mengaku jika dirinya telah menandatangani SKT sebagai syarat administrasi proses penjualan lahan, namun dirinya tidak mengetahui jika terdapat oknum-oknum masyarakat yang mengklaim memiliki lahan hingga puluhan hektar.
“Karena waktu saya tandatangani SKT itu saya tidak periksa satu-satu. Sebab sebelumnya saya sudah verifikasi data yang ada, dan ternyata mereka selipkan lagi,” Ujar Yabas.
Hal itu baru ia sadari, setelah adanya kelompok masyarakat dan juga Hippma Mulwa, yang memprotes kebijakannya yang dilengkapi denga data pemilik lahan.
“Setelah ada data yang diberikan itu, maka saya langsung membuat surat kuasa kepada Aprianto untuk menarik seluruh SKT dan juga dokumen pendukung yang ada di perusahaan melalui notaris,” Imbuhnya.
Ia pun menegaskan, tak pernah mengintervensi warga yang ingin jual/beli lahan selama itu miliknya.
Dilain pihak, Penanggung jawab PT ACM, Trisno mengaku tidak ingin terlibat dalam kisruh intenal masyarakat saat ini. Karena hal itu bukanlah masaala yang bersumber dari perusahaan.
“Itu internal masyakat. Kami hanya akan membayar lahan yang adminstrasinya jelas, dan kami juga akan pastikan pemilik SKT ini adalah benar-benar pemilik lahan,” ujar Trisno via selulernya.
Saat ini proses jual beli lahan masih dalam tahap verifikasi SKT yang telah diserahkan, rencananya sebelum proses pembayaran, pihak perusahaan akan turun ke lokasi untuk mengecek kebenaran lokasi yang akan dijual.
“Terkait dengan data pemilik yang sudah meninggal atau mengklaim memiliki lahan puluhan hektar nanti kita cek kebenarannya. Kami akan bayar lahan itu kalau sudah tidak ada masaala,” ujarnya. (Red)