KABARANOA. ID: KONAWE – Serikat Tani Nelayan (STN) Konawe menggelar kegiatan bertajuk diskusi rakyat biasa dengan tema “Mendorong Pemenuhan HAM Petani Konawe Melalui Ratifikasi dan Revitalisasi Pertanian Berbasis Hak Asasi”, di Cafe Raya, Unaaha, Senin malam (27/12/2021).
Kegiatan ini dihadiri berbagai tokoh. Ada Ketua Asosiasi Petani Lahan Kering (APLK) Konawe, Fajar Meronda, kemudian dari akademisi hadir dosen Fakultas Hukum Unilaki, Dr. Rahmanuddin Tomalili, SH., MH, lalu ada Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Konawe, Agus Ariadi SH., MH, serta tokoh pemuda dan pemerhati sosial Konawe, Rahmat Sorau.
Tak hanya itu, tiga pimpinan partai politik (Parpol) di Konawe juga ikut dalam diskusi. Pertama Ketua Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) Konawe, Jumran S. IP, kedua Ketua DPC Hanura, H. Loymon dan Ketua DPC Partai Gelora, Yus Tokila.
Pantauan Kabaranoa.id, seluruh tokoh yang hadir sepakat dengan penguatan peran petani. Masing-masing dari mereka, berbicara alasan pentingnya keberpihakan pemerintah terhadap profesi dari mayoritas masyarakat di Konawe ini.
Fajar Meronda mengungkapkan bahwa masalah petani di Konawe ada dua. Pertama lumpuhnya dalam proses produksi, antara lain tidak tepat sasarannya penyaluran bantuan seperti pupuk dan alat pertanian.
Masalah kedua yakni dalam masa pasca panen, tidak sesuainya harga hasil pertanian dengan biaya yang telah dikeluarkan. Pemerintah kata Fajar, sebisa mungkin menghadirkan konsep pemasaran yang baik.
Senada dengan itu, Rahmat Sorau mengungkapkan, secara spesifik masalah bakal berakhir, jika pemerintah memperkuat peran Perusda untuk memanajemeni petani, mulai dari produksi hingga proses pemasaran.
“Petani sawah masih menjerit, artinya label lumbung itu tidak berefek kepada profesi petaninya. Memang menghasilkan padi dan menjadi lumbung, namun kesejahteraan petani kurang,” ucapnya.
Kemudian Rahmanuddin Tomalili, mengaku mendapatkan hal baru dalam diskusi ini. Biasanya bicara HAM hanya fokus pada kasus-kasus kejahatan, namun kali ini bedanya, hak asasi dikaitkan kepada profesi petani.
“Menjadi hal baru dan memang benar bahwa para petani harus diperhatikan terkait untuk hidup dan bertahan hidup, ini masuk dalam kajian HAM juga,” ucapnya.
Ia juga menambahkan, peran pemerintah yang tidak kalah pentingnya yakni memperhatikan akses mobilisasi penyaluran hasil tani, sehingga penyaluran secara umum menjadi lebih cepat.
“Minat para petani juga harus dipertahankan. Apakah masih tinggi mau bertani atau masuk perusahaan,” katanya.
Diskusi ini juga menarik animo para politisi untuk berbicara. H. Loymon mengungkapkan bahwa ia dari partai Hanura tidak punya kekuatan, lantaran tidak punya kursi di DPRD Konawe.
Olehnya ia mengusulkan adanya gerakan turun lapangan, melakukan kajian terkait permasalahan sesungguhnya oleh petani, kemudian menyuarakannya kepada pemegang kebijakan.
“Permasalahan utama petani, harus kita turun lapangan memeriksa persoalan di akar rumput, salah satunya saya lihat, akses petani ke bank harus diperkuat dan diperluas,” ujarnya.
Politisi berikutnya, Yus Tokila menjelaskan bahwa pertanian jangan hanya fokus pada komoditi padi saja, karena masih banyak produk lain yang menjadi andalan di Konawe.
Akhir diskusi, Jumran dari Partai Prima, menginisiasi terbentuknya sebuah wadah bagi para pihak yang peduli terhadap petani. Usulan ini disahuti positif oleh seluruh peserta diskusi.
“Kalau saya bagusnya kita bentuk Forum Petani Berdaulat. Anggota kita semua ini, nanti kalau ada yang mau gabung semakin bagus,” ungkapnya.
Jumran kepada Kabaranoa.id, menjelaskan bahwa Forum Petani Berdaulat nantinya bakal membuat grup diskusi, menghadirkan para legislator hingga pihak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Konawe.
“Kita adakan podcast nanti. Menghadirkan berbagai narasumber seperti anggota DPRD Konawe yang tentunya objek pembahasannya yakni keberpihakan kepada petani,” tutup Jumran.