Oleh :
Muhamad Ikram Pelesa
(Calon Ketua KNPI Konawe)
Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) terbentuk pada 23 Juli 1973 di Jakarta sebagai forum komunikasi tingkat nasional antara generasi muda yang terhimpun dari berbagai Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP) dengan Ketua KNPI Pertamanya adalah David Napitupulu.
– Sejarah Singkat Terbentuknya KNPI
Hal itu bermula dari kegagalan Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) sebagai wadah generasi mahasiswa untuk melanjutkan perannya dalam masa Orde Baru. Berkurangnya peran KAMI sebagai wadah persatuan dan kesatuan generasi muda mahasiswa menimbulkan situasi tidak menentu dalam melanjutkan peranan kaum muda pada masa berikutnya. Kaum muda, baik secara individual maupun secara organisasi sulit untuk melakukan gerakan mencapai sasaran bersama ditengah situasi konflik nasional.
Keretakan di tubuh KAMI mulai tumbuh, baik langsung maupun tidak langsung, ketika masing-masing organisasi yang tergabung dalam KAMI seperti HMI (Himpunan Mahasiswa Islam), PMKRI (Persatuan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia), GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia), GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia) dan PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia), Organisasi Mahasiswa Lokal (Somal), Gerakan Mahasiswa Sosialis (Gemsos), Ikatan Mahasiswa Bandung (Imaba), dan Ikatan Mahasiswa Djakarta (Imada), mulai kembali ke akar primordialnya baik secara ideologi maupun politik.
Walaupun afiliasi itu terlalu langsung, pertentangan ideologis antar partai politik tercermin dalam tataran gerakan mahasiswa. Namun begitu, satu hal yang masih disadari adalah bahwa peran yang lebih berarti yang dapat dimainkan oleh kaum muda dalam kehidupan bangsa dan negara bisa dilakukan apabila persatuan dan kesatuan sebagai semangat tetap dijiwai kaum muda dan pengejawantahan dalam wujud fisik seperti yang pernah dilakukan KAMI.
Sewaktu melakukan kiprah sendiri-sendiri, pertanyaan-pertanyaan tentang persatuan dan kesatuan pemuda serta perwujudan wajah fisiknya menjadi suatu yang lebih sentral dalam pemikiran kaum muda.
Dalam keadaan ini, kaum muda menyadari bahwa diperlukan suatu orientasi baru dalam melihat persoalan bangsa dan negara. Orientasi baru tersebut akan berorientasi pada pemikiran yang jauh melebihi kelompoknya sendiri, sehingga dapat menjangkau seluruh bangsa dimasa kini dan masa yang akan datang. Masalah ini juga menjadi perhatian kekuatan sosial politik yang tengah tumbuh sebagai suatu gejala dalam kehidupan politik di Indonesia yaitu Golongan Karya (Golkar) sebagai fenomena baru dalam sistem politik di Indonesia.
Kehidupan dunia kepemudaan pada masa setelah kemunduran KAMI memiliki beberapa ciri menarik yang dapat dilihat dari perkembangannya. Salah satu ciri tersebut adalah bahwa dunia kepemudaan lebih didominasi oleh para mahasiswa. Penyebabnya adalah karena pemimpin-pemimpin organisasi pemuda lebih banyak dipegang oleh para aktivis mahasiswa juga. Di samping itu, faktor lainnya adalah sikap independensi yang ditampilkan oleh organisasi mahasiswa ikut mendorong pengaruhnya di masyarakat ketimbang organisasi pemuda yang lebih banyak menjadi underbow partai politik.
Dari dialog yang dikembangkan oleh para tokoh KAMI yang diperluas dengan tokoh-tokoh dewan mahasiswa, timbul keinginan untuk mencoba mencari jalan dari kebuntuan untuk melahirkan wadah persatuan dan kesatuan mahasiswa. Salah satu upaya perwujudan dari usaha tersebut adalah lahirnya gagasan untuk menyelenggarakan suatu mausyawarah nasional mahasiswa Indonesia. Hasrat lama yang tumbuh di kalangan mahasiswa sejak 1960-an dicoba kembali untuk diwujudkan secara nyata. Munas mahasiswa yang berlangsung di Bogor 14-21 Desember 1970 mengarah pada pembentukan wadah persatuan nasional atau populer dengan istilah Nation Union of Students (NUS).
Namun, kesepakatan pembentukan NUS gagal tercapai. Kegagalan ini disebabkan oleh adanya presepsi yang sama mengenai bentuk dan format yang jelas tentang organisasi yang akan dibentuk dan juga disebabkan oleh adanya rasa saling curiga antar organisasi ekstra universitas.
Saat itu Golkar yang menjadi kekuatan politik utama Orde Baru segera melakukan pendekatan yang dilakukan oleh Median Sirait (sekjend Papelmacenta), Abdul Gafur (kemudian menjadi Menteri pemuda dan Olahraga) serta David Napitupulu terhadap organisasi kemahasiswaan untuk mensosialisasikan gagasan pembentukan wadah kepemudaan tingkat nasional. Perundingan dilakukan sebagai penjajagan yang lebih konkret dimulai dengan pertemuan-pertemuan informal secara bilateral antara Sekretaris Papelmacenta dengan Ketua GMNI Suryadi, Ketua HMI Akbar Tandjung, dan pimpinan organisasi mahasiswa lainnya seperti PMII, PMKRI, GMKI yang saat itu tergabung dalam kelompok Cipayung.
Pendekatan terhadap organisasi kepemudaan dilakukan sama seperti yang telah dilakukan terhadap organisasi kemahasiswaan. Pertemuan ini antara lain dilakukan dengan GPM (Gerakan Pemuda Marhaen), GP Anshor, dan lain-pain. Pertemuan bulan Mei, Juni dan Juli dilakukan secara kontinyu, dan praktis merupakan peyeragaman visi tentang urgensi wadah nasional yang akan dibentuk.
Pada 23 Juli 1973, KNPI dideklarasikan dengan David Napitupulu sebagai ketua umum pertama. Dalam sambutannya ia mengatakan bahwa KNPI berbeda dengan bentuk organisasi pemuda yang dikenal sebelumnya, seperti Front Pemuda yang bersifat federasi yang anggotanya terdiri dari ormas-ormas pemuda, Komite ini tidak mengenal keanggotaan ormas, oleh karena itu Komite ini bukanlah suatu federasi. Dengan memberanikan diri menampilkan tokoh-tokoh eksponen pemuda yang bersumber dari semua ormas-ormas pemuda yang ada di tingkat nasional sebagai orang yang dipercaya sebagai pemimpin KNPI ini, maka tidak berlebihan kalau KNPI akan mempunyai resonansi di masyarakat, khususnya di kalangan pemuda.
Ketika kita lihat sejarah berdirinya KNPI, organisasi ini merupakan bagian dari strategi Orde Baru dalam rangka membangun korporatisme negara. Usaha ini dilakukan dalam rangka penegaraan berbagai kegiatan organisasi kemasyarakatan dan privatisasi beberapa urusan kenegaraan. Dengan kata lain, korporatisme negara adalah suatu sistem perwakilan kepentingan yang melibatkan pemerintah secara aktif dalam pengorganisasian kelompok kepentingan sehingga kelompok-kelompok kepentingan itu terlibat dalam perumusan kebijakan umum. Segera saja, setelah KNPI dibentuk, organisasi ini menjadi pengawal kebijakan pemerintah Orde Baru di bidang kepemudaan dan kemahasiswaan.
Saat itu banyak kelompok pemuda yang menilai KNPI dalam banyak hal, bahwa KNPI bukanlah representasi organisasi kepemudaan yang kritis yang hadir untuk memberikan tanggapan atas disparitas ekonomi, budaya, sosial dan politik pada saat itu, melainkan malah menjadi garda depan yang ikut serta melanggengkan rezim.
Tuntutan pembubaran KNPI bisa dilacak dan diuraikan dalam penjelasan berikut;
pertama, kelahiran KNPI merupakan by design yang diinisiasi kekuasaan dan bukan genuin yang digagas dan dipelopori oleh para pemuda. Dalam konteks seperti ini, otentisitas/kemurnian KNPI yang akan memperjuangkan peran pemuda menjadi nihil. Karena sifatnya yang by design, yang terjadi adalah KNPI menjadi pelayan dan kepanjangan tangan si pembuat desain, dalam hal ini rezim Orde Baru.
Kedua, dalam perjalanannya KNPI tidak lebih dari sekedar alat dan distribusi kekuasaan. Tidak dimungkiri bahwa KNPI telah menjadi elan vital dan resources politik yang strategis bagi pemerintahan Soeharto dengan manjadikan Golkar dalam proses pengkaderan sekaligus bamper politiknya. Realitas ini dapat diamati dari para tokoh KNPI yang kemudian menjadi anggota legislatif dan menteri pada pemerintahan Soeharto.
Ketiga, KNPI menjadi medan magnet untuk memperebutkan struktur organisasinya sebagai jalan untuk meretas karir di bidang politik bagi elemen-elemen Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP) yang terlibat didalamnya. Karena itu KNPI lebih memperlihatkan watak sebagai organisasi kepemudaan yang pragmatis, miskin gagasan, dan kering nilai. Kondisi ini dimungkinkan karena memang struktur kekuasaan an-sich mengakui KNPI sebagai satu-satunya organisasi kepemudaan yang sah dan diakui. Sumber ; (http://manado.tribunnews.com/2013/07/23/sejarah-singkat-komite-nasional-pemuda-indonesia)
KNPI Pasca Reformasi
Reformasi 1998 telah mengkoreksi hampir seluruh peran KNPI saat itu. Idrus Marham yang terpilih sebagai Ketua Umum pada era Reformasi mewacanakan rejuvenasi KNPI atau penyegaran kembali peran KNPI di tengah realitas politik nasional. Rejuvenasi dilakukan tak lain karena situasi dan kondisi atau realitas obyektif internal dan eksternal yang dihadapi oleh KNPI telah mengalami perubahan signifikan dan mendasar dibanding yang dialami pada Orde Baru. Rejuvenasi ini akhirnya memaksa KNPI untuk independen dan kembali memposisikan pemuda sebagai mitra kritis pemerintah. Dengan visi baru ini, di era reformasi eksistensi KNPI tetap dipertahankan.
Era reformasi yang memberikan kebebasan politik masyarakat ternyata menggiurkan kaum muda untuk terlibat langsung pada kepentingan politik partai. Ketua Umum KNPI Hasanuddin Yusuf yang mendirikan PPI (Partai Pemuda Indonesia) dituntut mundur oleh sebagian besar anggota KNPI yang terdiri dari ormas pemuda dan mahasiswa, sebab hal ini bisa membawa KNPI dan pemuda yang tergabung di dalamnya tidak independen dan rentan dengan kepentingan partai politik. Apalagi posisi ketua umum yang langsung menjadi ketua umum partai politik dinilai makin mempersulit pemuda di tengah perannya sebagai salah satu entitas yang netral di masyarakat.
Tuntutan ini mundur ketua umum KNPI menimbulkan perpecahan di tubuh KNPI. Kongres KNPI ke-12 akhirnya berlangsung di dua kubu yang berbeda, pertama kubu yang tetap menolak pemecatan ketua umum mengadakan kongres di Jakarta pada 25-28 Oktober 2008, sementara kongres lainnya berlangsung di Bali pada 28 Oktober-2 Nofember 2008. Dualisme kepemimpinan KNPI saat itu makin mempersulit langkah dan geraknya dalam mewujudkan perannya di tengah masyarakat. Namun, Dus konstalasi kepemudaan nasional kembali disuguhi adanya rumor dualisme kepemimpinan DPP KNPI sebagai produk dua Kongres Pemuda/KNPI, Muhammad Rifai Darus produk Kongres Jayapura dan Fahd El Fouz produk KNPI Pemuda Indonesia produk Kongres Jakarta. Jika hal tersebut dikaitkan dalam internal KNPI, maka ini bukan yang pertama kalinya, ditahun 2008 KNPI terpecah menjadi dua kubu, yaitu Azis Syamsudin produk Kongres Denpasar, Bali dan Ahmad Doli Kurnia produk Kongres Ancol, Jakarta. Kongres ke-XIII tahun 2011, bertema “Satu KNPI, Satu Pemuda, Satu Indonesia” akhirnya berhasil mempersatukan kembali KNPI. Namun kini pertanyaannya apa motivasi organisasi KNPI Pemuda Indonesia (KNPI versi Fahd) membayang-bayangi KNPI dgn memplagiasi atribut organisasi ?
KNPI Hasil Kongres Papua dan lahirnya KNPI Pemuda Indonesia
Kongres KNPI 2015 di Papua telah melahirkan ketidakpuasan bagi kubu Fahd El Fouz Arafiq. Setelah kegagalan di ajang kongres KNPI, kubu Fahd El Fouz Arafiq kemudian membentuk semacam organisasi perkumpulan pemuda tandingan. Organisasi baru itu diberi nama perkumpulan KNPI Pemuda Indonesia (Sesuai dengan SK Kemenkumham Nomor : AHU-0010877.AH.01.07.TAHUN2015 yang diterbitkan pada tanggal 23 oktober 2015) dengan Kata Pemuda Indonesia melekat, tidak dapat dipisahkan dari nama KNPI versi Fahd El Fouz. Kepengurusan tingkat daerah tetap harus menggunakan Pemuda Indonesia sehingga menjadi DPD KNPI Pemuda Indonesia.
Begitulah nama lembaga baru pimpinan Fahd El Fouz sesuai pengesahan oleh Menkumham pada 23 Oktober 2015. Jadi, perkumpulan KNPI Pemuda Indonesia adalah murni oranganisasi baru, bukan Komite Nasional Pemuda Indoesia (KNPI) yang telah lahir sejak tahun 1973. Pelurusan ini dipandang perlu disampaikan kepada publik agar tidak salah persepsi terhadap KNPI yang seakan-akan telah terjadi dualisme dalam kepengurusannya di sultra.
KNPI Pemuda Indonesia yang didirikan oleh Fahd El Fouz kemudian mendirikan perwakilan di seluruh provinsi di Indonesia, termasuk di sulawesi tenggara.
Hadirnya KNPI Pemuda Indonesia disultra
Beberapa waktu lalu organisasi mengaku KNPI mengukuhkan kepengurusannya disulawesi tenggara, tak tanggung-tanggung mereka juga langsung mengklaim bahwa organisasi merekalah KNPI yang sah. Untuk Provinsi Sulawesi tenggara terpilih Saudara Umar Bonte sebagai Ketua DPD KNPI Pemuda Indonesia – Sultra. Jadi, organisasi kepemudaan yang dipimpin oleh Umar Bonte “bukanlah” KNPI yang berdiri sejak 1973, melainkan KNPI Pemuda Indonesia yang berdiri pasca kongres KNPI di Papua.
Akan tetapi, sangat disayangkan, Umar Bonte dan kawan-kawan pengurus DPD KNPI Pemuda Indonesia Sultra dalam memperkenalkan diri ke publik terkesan selalu membawa nama KNPI. Padahal jelas sekali perbedaan antara KNPI dengan KNPI Pemuda Indonesia. Umar Bonte adalah Ketua DPD KNPI Pemuda Indonesia Sultra, bukan Ketua DPD KNPI Sultra. Ketua DPD KNPI Sultra masih resmi dijabat oleh Saudara Syahrul Beddu, dan tidak ada polemik dalam hal ini.
Yang menjadi masalah adalah rekan-rekan pengurus DPD KNPI Pemuda Indonesia selalu menyamarkan nama lembaga yang mereka pimpin. Mereka menggunakan nama KNPI, bukan KNPI Pemuda Indonesia. Selain itu, mereka juga memakai logo, bendera, seragam dan atribut-atribut KNPI lainnya. Di sinilah terjadi plagiat (peniruan, penjiplakan).
Mereka tidak kreatif dalam menciptakan logo dan atribut sendiri. Tetapi menganggap logo, seragam dan atribut lembaga lain sebagai milik mereka. Tidak diketahui, apa motif yang melatari mereka melakukan plagiarisme organisasi kepemudaan ini. Seharusnya pengurus DPD KNPI Pemuda Indonesia – sultra lebih elegan menampilkan lembaga sendiri sebagaimana Surya Paloh memperkenalkan Partai NasDem setelah kalah dalam Munas Golkar 2009. Kita bangga melihat Surya Paloh yang tidak pernah melakukan plagiasi Golkar. Kebiasaan ini bisa berbahaya bagi generasi muda
KNPI adalah wadah berhimpunnya organisasi kepemudaan (OKP). Ketika ada pihak di kalangan pemuda yang secara terang benderang melakukan plagiat tentu sangat memalukan. Hal ini dapat memberi pengaruh tidak baik bagi generasi muda, terutama kepada anak-anak sekolah, dan adik-adik mahasiswa yang sedang mencari identitas diri.
Generasi muda akan melihat plagiarisme sebagai hal yang lumrah dan telah ditunjukkan oleh senior mereka dalam organisasi kepemudaan. Kalau tidak segera dihentikan, bisa jadi adik-adik mahasiswa akan meniru langkah plagiarisme pemuda ini ketika mereka menulis skripsi dan karya tulis ilmiah lainnya. Ini tentu tidak menguntungkan dalam pencapaian visi pemuda masa depan yang kreatif-inovatif. Mau dibawa kemana (quo vadis) pemuda Sultra?
Mendirikan organisasi adalah hak setiap warga negara, termasuk bagi Fahd El Fouz cs. Akan tetapi, pendirian organisasi baru tidaklah etis jika meniru organisasi yang sudah ada. Untuk itu, sejatinya pengurus DPD KNPI Pemuda Indonesia sultra memperkenalkan jati diri mereka yang sebenarnya, tidak menjiplak nama lembaga lain. Cara ini lebih bermartabat dan terlihat sebagai pemuda kreatif serta mempunyai jati diri, tidak berjiwa kerdil yang hendak merampas kemapanan lembaga lain.
Sehingga penulis menyarankan kepada seluruh OKP pemilik suara dalam wadah Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) untuk tidak terkecoh, mengabaikan aktivitas ormas yang menyerupai KNPI.