Ibu Kota
Kendari, – Nasib tenaga perawat yang belum masuk dalam kata sejahtera hingga kini masih menjadi perdebatan dan polemik dikalangan para abdi kesehatan tersebut.
Berbagai macam cara telah mereka tempuh untuk memperjuangkan hak mereka. Mulai dari aksi demonstrasi hingga mogok kerja sudah mereka lakukan, namun faktanya hingga kini perjuangan mereka belum juga menemui titik terang.
Sementara itu ratusan masa aksi dari, Gerakan Nasional Perawat Honorer Indonesia (GNPHI) yang mendatangi gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), dalam rangka menyuarakan tuntutan mereka malah tak satupun ditemui oleh para elit politik di daerah ini.
“Sampai saat ini kita belum ditemui, alasannya mereka reses, sudah dua kali kita aksi tapi tidak pernah di temui,” ungkap Arsan Mulyono selaku kordinator aksi dari GNPHI.
Ada enam tuntutan yang mereka mau sampaikan kepada para elit politik tersebut di antaranya, segera paripurnakan hasil RDP pasca aksi 185, stop diskriminasi terhadap perawat, berikan upah layak bagi perawat, hapus sistem tenaga kerja sukarela dan isntansi pemerintah, revisi UU ASN agar memihak kepada perawat honorer, dan berikan jaminan kesehatan kepada perawat honorer.
Padahal pekerjaan perawat sudah diatur dalam UU Keperawatan no 38 tahun 2014 pasal 25 dan 36, dengan bunyi bahwa perawat berhak memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar pelayanan, profesi, prosedur operasional dan ketentuan peraturan perundang – undangan dan menerima imbalan jasa atas pelayanan yang telah diberikan. (KS/Fadil)