Ibu Kota
Kendari, – Kasus korupsi pengadaan bibit jati fiktif pada Dinas Kehutanan (Dishut), Kabupaten Konawe Utara (Konut), tahun 2015 lalu, yang melibatkan Kadis Kehutanan Konut Amiruddin Supu dan juga Muhammadu selaku PPK serta Lili Jumarni dan Saenab sebagai tersangka, ternyata tak menyentuh aktor utamanya.
Pasalnya banyak yang dianggap terlibat dan menjadi aktor utama dalam kasus itu, akan tetapi tidak dijadikan tersangka. Hal itu diungkapkan kuasa hukum Amiruddin, Amir Faisal kepada kampungsultra.com
Ia menjelaskan, sebelum Amiruddin diangkat menjabat Kadis, anggaran bibit tersebut sudah dilakukan pencairan sebesar 30 persen oleh kadis sebelumnya, yang tak lain saat itu dijabat oleh Nurdin Edyson.
“Pada tahun anggaran itu kadisnya adalah Nurdin Edyson, PPKnya Syahbuddin dan kontraktornya Sultan dengan menggunakan CV. Mawar. Dan saat itu dicairkan 30 persen, tetapi tidak ada realisasi,” ungkap Amir.
Namun karena hal tersebut bermasalah saat Amiruddin, menjabat sebagai Kadis dengan komitmen hukum, maka dilakukanlah penggantian PPK menjadi Muhammadu dan tetap menggunakan kontraktor CV. Mawar.
Jadi pada masa kepemimpinannya, Amiruddin mengelola dana yang tinggal 70 persen atau sekitar lebih kurang 700 juta.
“Tetapi yang menjadi pertanyaan Amir, mengapa Sultan yang sudah nyata-nyata menggunakan uang negara lebih kurang 300 juta sebelum kepemimpinan Amiruddin, hanya dijadikan DPO oleh Polda bukan tersangka,”tukasnya.
Karena penggantian tersebut akhirnya, Sultan melapor ke Polda, sementara yang bersangkutan sudah menerima 30 persen anggaran dari proyek tersebut melalui CV. Mawar.
“Harusnya dia juga sebagai tersangka, tetapi Tipikor Polda hanya menjadikan dia sebagai DPO, inikan aneh, kalau hilang harus ada berita hilangnya dong,”lanjut Amir.
Tak hanya itu, menurutnya masih banyak yang seharusnya menjadi tersangka dalam kasus tersebut, sebab siapapun yang ikut menikmati uang yang merugikan Negara, maka ia wajib diproses secara hukum.
“Lokasi yang digunakan untuk penanaman 40 hektare itu, di lahan milik Aswad mantan Bupati Konut, sembilan hektare di lahan milik Aburaera mantan Sekda, dan dua hektare milik Iwan Porosi mantan Plt Sekda. Karena mereka ikut menikmati, harusnya mereka juga jadi tersangka, tetapi kenyataannya tidak, ”jelas Amir.
Atas indikasi tersebut pihaknya melaporkan ke Polda Sultra, akan tetapi perkara tersebu tidak berjalan. Dirinya menganggap para penegak hukum yang menangani kasus ini tidak maksimal dalam melaksanakan tugasnya.
“Penyidik Polda jangan tebang pilih dalam menegakan hukum, dan juga untuk Kejati jangan terlalu gegabah dalam menerima berkas sepotong-sepotong, karena mereka saling menyaksikan satu sama lain seperti dijelaskan pasal 55-56 KUHP,” tegasnya.(KS/Red)