KampungSultra.com – Miris, itulah kata yang akan keluar saat melihat pasangan suami istri (Pasutri) asal Kelurahan Routa, Kecamatan Routa, Kabupaten Konawe, Mat Bakir (40) dan istrinya Nur Ija (37).
Bagaimana tidak, pasutri yang hidup di bagian terluar wilayah Kabupaten Konawe itu harus rela tinggal di sebuah rumah kecil usang yang pantasnya disebut sebagai gubuk reot yang tak pantas di huni lagi akibat kondisinya makin memprihatinkan.
Bicara kondisi gubuk itu, ukurannya hanya sekitar 4×5 saja, model rumah panggung beratapkan rumbia. Kondisi atapnya bocor, dindingnya pun tak rapat sepenuhnya, lubang besar baik di atap, dinding hingga lantainya jadi pemandangan utama.
Tak ada barang berharga yang terlihat, hanya perabotan rumah tangga usang yang terlihat berserakan dimana-mana. Tak ada namanya ruang makan, kamar tidur ataupun dapur, semuanya menyatu menjadi satu.
Selain kondisi fisik hunian mereka, kehidupan keluarga Mat Bakir pun memperihatinkan, sejak istrinya menderita penyakit lumpuh. Sejak itu pula lelaki paruh baya yang bekerja sebagai kuli bangunan itu harus membagi waktu antara mencari kerja dan urus istri tercinta.
Tanpa sanak keluarga, lelaki paruh baya ini harus berjuang sendiri untuk menghidupi keluarganya (sang istri). Kehidupan keluarga Mat Bakir semakin sulit, jangankan untuk bawa sang istri berobat ke rumah sakit, buat makan saja sehari – hari dirinya harus banting tulang.
Dalam kondisi tersebut, pasutri ini terus mendapat ujian dari sang pencipta. Pasalnya belum lagi sembuh penyakit lumpuhnya, kini Nur Ija juga diserang penyakit kulit. Hal ini tentu menambah lagi beban berfikir sang suami.
Sebelum berangkat mencari nafkah untuk sekedar bertahan hidup, Mat Bakir terlebih dahulu mengurus dan merawat istrinya, mulai dari memandikan, menyuapi makan serta membersihkan ketika buang hajat.
“Saya harus urus istri dulu sebelum berangkat cari kerja. Itupun kalau ada pekerjaan bangunan yang membutuhkan kuli,” kata Mat Bakir belum lama ini.
Menurut Mat Bakir, sejak istrinya mengalami lumpuh dari tiga tahun lalu, dirinya hanya bisa mengelus dada melihat kondisi istri tercinta. Mau bagaimana lagi kata dia, mau berobat medis, tidak ada dokter yang bertugas di Puskesmas Routa.
Saat ini Mat Bakir hanya bisa pasrah menerima takdir hidupnya bersama istri tercinta sambil menunggu uluran tangan dari pihak pemerintah untuk pengobatan istrinya.
“Semoga saja pemerintah mau membantu biaya pengobatan istri saya sampai sembuh,” kata lelaki paruh baya ini penuh harap. (**)