PARIWARA
Kasus pengrusakan Cagar Budaya, kompleks makam Raja Wutu Ahu yang berada di Desa Lerehoma, Kecamatan Anggaberi yang diduga melibatkan Pemerintah Desa, ditanggapi serius oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Konawe.
Tak ingin masalah tersebut terus berlarut, Ketua DPRD Konawe, Gusli Topan Sabara, menggelar rapat dengar pendapat dengan menghadirkan beberapa pihak terkait, Pemerintah Daerah (Pemda) Konawe, unsur kecamatan, pemerintahan desa serta tokoh masyarakat lainnya.
Dalam pertemuan itu, turut hadir beberapa komunitas penggiat budaya Tolaki seperti Wonua Ndiniso Parauna, Rimbutako Ana Wonua, Banderano Tolaki dan beberapa penggiat budaya lainnya.
Pembahasan dilakukan diruangan Ketua DPRD Konawe. Diskusi terkait pengrusakan dan siapa kepemilikan lahan situs sejarah cukup alot. Meski dalam diskusi yang berlangsung selama kurang lebih dua jam agak sedikit memanas. Namun berhasil disepakati tiga keputusan.
Diantaranya, yang pertama adalah lahan Makam Raja Mokole Wutu Ahu beserta makam lainnya akan dikembalikan ke Pemda Konawe dan bakal menjadi aset Pemda yang tak dapat diganggu gugat. Kedua, DPRD dan pemerintah akan melestarikan budaya makam para leluhur dengan cara menganggarkan dan yang ketiga, semua makam kerajaaan yang ada di Kabupaten Konawe bakal dijadikan sebagai simbol persatuan bagi masyarakat Konawe.
Tak hanya membahas Makam Wutu Ahu, dalam diskusi itu juga membahas tentang situs sejarah Tolaki lainnya yang sampai saat ini nyaris dilupakan warga Konawe. Misalnya makam Perdana Menteri Kalenggo yang berada dijalan Kalenggo dan beberapa makam lainnya.
Menurut salah seorang penggiat budaya, Dedet Ilnari Yusta, jika makam tersebut sangat memprihatinkan. Makam yang berada di areal pemukiman padat penduduk sempat dijadikan tempat pembuangan sampah oleh warga yang tinggal di sekitar makam.
“Ini yang perlu jadi perhatian pemerintah. Banyak makam yang tersebar di Kabupaten Konawe belum tersentuh oleh pemerintah.” kata Dedet.
Olehnya Dedet berharap, ada penanganan khusus dari pemerintah untuk memelihara situs-situs budaya tolaki sehingga situs budaya Konawe dapat terjaga dan dilestarikan.
Di kesempatan itu, Gusli Topan Sabara mengapresiasi, penggiat budaya tolaki yang memperjuangkan situs budaya di Konawe dan berjanji akan memprioritaskan pemeliharaan macam-macam cagar yang ada di Konawe yang belum tersentuh yang akan dijadikan sebagai simbol persatuan masyarakat tolaki.
“Sangat prihatin dengan kondisi makam-makam raja yang ada di Konawe sehingga dalam waktu dekat kami segera mengambil langkah kongkrit untuk menyelesaikan semua masalah.” ucap Gusli.
Bahkan secepatnya kata Gusli, akan menganggarkan agar semua situs sejarah Konawe bisa dipelihara dan menjadi icon Konawe sebagai dan dikenal sebagai lambang persatuan.
“Kami akan segerah proses agar dalam minggu ini agar secepatnya bisa kelar.” tandas Gusli sambil mengharap tidak adalagi kejadian seperti ini.
Sekedar diketahui, makam Raja Mokole Wutu Ahu mendapat julukan oleh Balai Besar Cagar Budaya Makassar dengan sebutan Pakandeate yang dalam bahasa Indonesia “Pemakan Hati”.
Situs budaya yang diakui ini nyaris dilupakan banyak orang. Padahal situs Lerehoma yang dikenal sebagai Tutuwi Motahano Konawe ini merupakan aset Pemda. Peraturan Daerah (Perda) tentang Adat pun sudah diterbitkan.
Sedikitnya ada 16 makam yang masuk dalam kawasan Situs Lerehoma, selain makam Raja Wutu Ahu, ada 2 makam lagi yang diketahui sebagai istrinya, selebihnya adalah makan anak-anak raja dan makam pengawalnya yang disebut Tamalaki yang artinya Laki-laki jantan. (**)