Dampak Money Politic Dalam Praktek Penyelenggaraan Pemilu di Indonesia

  • Bagikan
Irvan Umar, ST
Irvan Umar, ST

Penulis : Irvan Umar, ST
(Ketua Ormas Projo Kabupaten Konawe)

Money politic diartikan sebagai upaya untuk mempengaruhi orang lain dengan menggunakan imbalan materi atau bisa juga diartikan sebagai jual beli suara pada suatu proses perhelatan politik dalam pemilukada yang mana tindakan membagi-bagikan uang dengan tujuan untuk mempengaruhi suara pemilih.

Dengan kata lain sama dengan memberikan uang atau barang kepada seseorang karena memiliki maksud politik yang terembunyi dibalik pemberian itu, praktek semacam ini sangat jelas, illegal dan merupakan suatu kejahatan atau tindak pidana yang akan berdampak dengan konsekuensi para pelaku jika ditemukan dan didukung dengan bukti-bukti terjadinya praktek politik uang tersebut akan terjerat dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Dinamika tersebut sangat berdampak pada proses politik pada tingkat lokal sehingga sangat menuntut parpol harus menyelaraskan platfom politiknya terhadap fenomena yang terjadi di masyarakat juga tak sedikit perubahan tersebut menjadi tantangan bagi parpol yang sangat berhubungan dengan lahirnya golongan putih (golput) yang muncul akibat stigma ketidak percayaan kelompok tersebut terhadap suatu parpol atau figur, tetapi hal tersebut juga memungkinkan sebagian masyarakat sangat menginginkan figur-figur baru yag dapat membawa suatu perubahan.

Fenomena tersebut membuktikan bahwa masyarakat telah letih menanti suatu perbaikan dan telah bosan dengan janji-janji politik figur atau suatu parpol sehingga menimbmulkan suatu momok bahwa tingkat kepercayaan masyarakat terhadap suatu figur dan parpol sangat turun drastis diakibatkan masyarakat memandang dari sudut pandang komitmen pertanggungjawaban figur dan parpol terhadap konstituennya sangat minim sehingga membuat para simptisan dan pemilih menjadi tidak respek terhadap parpol dan figurnya.

Dengan kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap para figur calon pemimpin juga akan memberikan efek negetif terhadap para elit politik dengan menghamburkan uang dalam waktu sekejap demi merebut kekuasaan semata dan sebaliknya masyarakat sebagai konstituen juga merasa tergiur meskipun sesaat karena merasa berhutang budi terhadap para figur yang telah memberikan uang sehingga memunculkan suatu stigma buruk bagi demokrasi kita karena masyarakat berangapan “ada serangan ada suara”.

Dampak lain yang dapat ditimbulkan dengan maraknya money politik dalam iklim demokrasi Indonesia akan memberikan peluang besar kepada para figur calon yang akan bertarung untuk lebih mempunyai peluang dibandingkan dengan kandidat perorangan yang memiliki dana yang sangat terbatas walaupun memiliki integritas yang sangat tinggi sehingga mereka tidak akan dikenal oleh masyarakat.

Peran Bawaslu sebagai lembaga pengawas pemilu sangat dibutuhkan integritasnya dalam mengawal pesta demokrasi ini yang telah dibentuk dari tingkat provinsi, kabupaten/kota sampai pada tingkat kecamatan dan desa kesemuanya ini bertujuan untuk meghasilkan pemilu yang berintegritas, bersih, jujur dan adil, tetapi terkadang independensi panwas juga dapat tercoreng jika secara personal belum memiliki komitmen sama untuk menghasilkan pemilu yang berkualitas, bahkan terkadang panwas acuh tak acuh untuk memberikan suatu penegasan terhadap suatu pelanggaran pemilu atau temuan yang bersifat massif disebabkan tidak nertralnya dan terdapat keberpihakan pada suatu pasangan calon yang akan bertarung.

Olehnya itu dampak money politik dalam pilkada serentak sangat dimungkinkan dapat mencidrerai keprofesionalan penyelenggara pemilu dan juga masyarakat sebagai kostituen pemilu, sekiranya amanah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 sebagai dasar hukum pemilu di Indonesia merupakan rujukan bagi penyelenggara pemilu, kandidat calon serta konstituen atau relawan sehingga anamah undang-undang tersebut dapat dijalankan demi melahirkan pemimpin yang berintegritas, cerdas dan professional demi untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. (**)

  • Bagikan