Kampung Konawe
Unaaha, – Memperingati Hari Buruh Migran Internasional, Senin (8/12/2017) Solidaritas Perempuan Kendari (SPK) bersama beberapa kelompok buruh migran perempuan mendatangi Kantor DPRD Konawe menyampaikan tentang kejelasan perlindungan terhadap buruh migran perempuan.
Di depan kantor, massa yang keseluruhannya wanita tersebut
menyoal kebijakan perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Migran yang tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 16 tahun 2015 yang belum komprehensif melindungi buruh migran.
Mereka mempersoalkan Perda yang mengatur perlindungan buruh migran belum secara akurat maupun pasti menjamin keberadaan para buruh migran. Sehingga para pekerja yang hendak berangkat tidak memiliki kejelasan perlindungan khususnya para wanita.
Diketahui, di Konawe sendiri ada tiga kecamatan yang menjadi penyumbang buruh migran terbanyak. Versi data SPK, 3 kecamatan itu yakni Amonggedo, Wonggeduku dan Konawe. Konawe pun secara keseluruhan mengirim 269 buruh migran dengan akumulasi 239 perempuan dan 30 laki-laki.
“Dengan ketidak jelasan ini, kondisi terburuk yang dihadapi para migran adalah pelanggaran kontrak kerja, pelanggaran atas kesehatan dan keselamatan kerja, kekerasan fisik, psikologis dan seksual, diskriminasi atas dasar jenis kelamin atau negara asal, kesulitan untuk mendapatkan hak-haknya yang sah, dan penangkapan dan penghukuman.” kata Imelda Laugi selaku korlap aksi.
Aksi Solidaritas Perempuan Kendari ini diterima oleh Wakil Ketua I DPRD Konawe, Rusdianto dan dirinya meminta kepada kepada Solidaritas Perempuan agar melakukan pendataan kepada PBM PRT yang ada di daerah setempat.
“Kami berharap bukan hanya sekedar persoalan kebutuhan praktisnya saja tetapi kami berharap juga kebutuhan strategisnya. Karena kalau kebutihan praktis saja berarti hanya kebutuhan ekonominya saat ini saja.” kata Imelda.
“Yang jelas kebijakan yang lebih berpihaklah kepada buruh migran dan keluarganya,” ujar Imelda Imelda. (KS/Red)