UNAAHA, – Indikasi penyelewengan pada Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) mencuat di Kabupaten Konawe. Sedikitnya ada di empat kecamatan yang terindikasi.
Empat kecamatan yang program PKH dan BPNT-nya di desa/kelurahannya terindikasi ada penyimpangan adalah di Kecamatan Unaaha, Wawotobi, Lambuya dan Kecamatan Asinua.
PKH sendiri adalah program perlindungan jaminan sosial berupa bantuan tunai kepada penerima miskin dengan tujuan mengurangi beban penerima manfaat.
Program PKH ini berada di bawah naungan Dirjen Perlindungan Jaminan Sosial (Linjamsos). Para penerima manfaat PKH sendiri didampingi oleh pendamping sosial PKH.
Lalu ada Program Bantuan Sosial Pangan yang terdiri dari Bantuan Sosial Beras Sejahtera (Bansos Rastra) dan BPNT. Maksud program bertujuan mengurangi beban pengeluaran keluarga penerima dalam kategori masyarakat berpenghasilan rendah.
Program BPNT ini berada di bawah naungan Dirjen Penanganan Fakir Miskin (PFM) yang didampingi oleh Pendamping Bantuan Sosial Pangan (PBSP).
Indikasi penyalahgunaan dana PKH dan pelanggaran di program BPNT diungkap organisasi Lumbung Informasi Rakyat (LIRA Konawe). Rolansyah selaku ketua menyampaikan, ada enam indikasi pelanggaran yang mereka himpun.
Indikasi pelanggaran pertama, kata Rolansyah, adanya biaya pemotongan bantuan uang sepuluh sampai lima puluh ribu per KPM di setiap kecamatan.
Kedua, adanya pengumpulan Kartu Keluarga Sejatera (KKS) penerima PKH atau pemegangan sepihak KKS yang dilakukan pendamping PKH.
Ketiga, adanya beberapa nama yang sudah tidak ada, baik meninggal dunia, pindah domisili atau sudah tidak layak, namun masih tercatat sebagai penerima aktif.
Empat, KPM PKH yang status sosialnya masih layak mendapatkan bantuan PKH tetapi dilakukan pemblokiran sepihak oleh oknum pendamping PKH.
“Lima, tidak adanya transparansi data penerima PKH baik di tingkat kabupaten, kecamatan maupun desa. Terakhir, tidak adanya koordinasi pada dinas sosial terkait prongam PKH di Konawe,” terang Rolansyah, Selasa (19/11/2019.

Lalu, lanjut dia, untuk program BPNT juga ditemukan indikasi pelanggaran yaitu pembentukan agen E-warong di luar prosedur pemetaan titik yang ditetapkan oleh Bank HIMBARA (BRI) Kortks Kabupaten, Tikor Kabupaten, dan Bulog sesuai hasil kesepakatan Rapat Koordinasi Dirjen Penanganan Fakir Miskin berdasarkan pedoman umum dan diperkuat oleh juknis pemasok BPNT 2019.
Kedua, adanya oknum-oknum pendamping PKH dalam mengawal penerima manfaat program BPNT yang dengan sengaja mengarahkan para penerima untuk bertransaksi pada E-Warong yang bukan menjadi titik pasok penerima manfaat.
Padahal, diurai Rolansyah, pendamping PKH sendiri tidak punyai kewenangan mengatur penerima manfaat BPNT untuk bertransaksi di luar titik yang telah ditentukan.
Ketiga, Adanya penyuplai lokal yang memasok bantuan ke E-Warong siluman tanpa koordinasi pada Bulog sebagai leading sector para penyuplai.
Empat, adanya indikasi sabotase program yang dilakukan oleh oknum PKH yang berdampak pada total bantuan yang disepakati, kwalitas, dan administrasi yang tidak sesuai.
“Lalu, adanya keterlibatan oknum aparat desa yang melakukan penyaluran tidak sesuai dengan aturan dan Juknis pemasok yang berlaku,” bebernya.
Rolansyah pun meminta, Polres Konawe untuk bertindak. Dengan segera melakukan pemeriksaan pada para pendamping PKH dan pendamping PBDP di wilayah-wilayah yang terindikasi ada pelanggaran.
Lanjut Rolansyah, bagi pihak Bulog agar dilakukan penjelasan terkait peranan aktif mereka sebagai leading sector penyuplai bahan E-Warong. (Red)